Monday, November 10, 2008

Tabarruk Masyru'

Kebahagiaan merupakan hak setiap manusia, dan orang lain tidak bisa mencegahnya untuk berbahagia. Akan tetapi agama membatasi kebahagiaan tersebut agar tidak sampai kepada sikap layaknya Qarun yang bahagia akan keberhasilannya, lalu dia menyombongkan segala usahanya (QS. Al Qhasas: 76). Kenapa demikian, sebab kebahagiaan yang sedang kita alami tersebut, merupakan hasil usaha kita yang jauh-jauh hari telah dicatat Allah sebelum manusia diciptakan. Oleh sebab itu, alangkah tidak layaknya jika seorang manusia terlalu berbahagia dengan apa yang telah Allah berikan padanya (QS. Al Hadid: 22-23).
Kebahagiaan bisa sampai menggoyahkan aqidah seseorang, jika dalam mensikapinya telah bersikap Ghulluw (berlebih-lebihan). Karena dengan sikap ghulluw dalam mensikapi kebahagiaan, sikap kita bisa berlanjut kepada sifat takabur, padahal Allah tidak akan memasukan seorang manusia jika di hatinya terdapat secuil dari ketakaburan.
Sebagian orang ada yang mengungkapkan rasa bahagianya dengan cara berpesta pora, janji ini-itu, dan prilaku-prilaku yang melambangkan kehedonisan. Mereka tidak menyadari bahwa hal ini disamping merupakan perbuatan yang sia-sia dihadapan Allah, juga merupakan perbuatan kaum Mutakabbirin yang membanggakan dirinya serta bisa menabur rasa iri dan dengki di hati-hati orang yang sedang bersedih atau miskin.
Allah memang telah memerintahkan kita untuk menyebut-nyebut (mengumumkan) segala ni’mat yang telah diberikan-Nya kepada manusia (QS. Adh Dhuha: 11), tetapi dengan catatan tidak berlebih-lebihan dalam pengungkapannya. Lalu, bagaimana agar dalam mengumumkan ni’mat Allah tersebut terhindar dari ketakaburan, dan bahkan sebaliknya agar bisa menambah keberkahan dalam ni’matnya itu?. Muslimin Timur tengah –khususnya Mesir– menamakan sikap mengumumkan ni’mat Allah ini dengan sebutan Tabarruk.
Dr. Ali Ibn Nufayyi’ Al ‘Ulyani mendefinisikan Tabarruk sebagai “Mengharap keberkahan dengan meminta tambahan kebaikan dan pahala, serta meminta dari apa saja yang dibutuhkan manusia bagi dunia dan agamanya. Dengan memanfaatkan sesuatu yang mempunyai keberkahan atau dengan masa (waktu) yang memiliki keberkahan”. Artinya, mengharapkan tambahan keberkahan dengan cara memanfaatkan benda atau masa yang memiliki keberkahan.
Islam memberikan solusi alternatif dalam hal Tabarruk (mencari tambahan pahala), dintaranya:
A. Dengan Memanfaatkan masa yang memiliki keberkahan.
Maksudnya yaitu memanfaatkan waktu-waktu yang memiliki keberkahan di dalamnya. Misalnya memanfaatkan momen di bulan Ramadhan, karena menurut Rasul “ Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, yaitu bulan penuh keberkahan ….” (HR. Ahmad). Atau mencari malam Al Qadar (QS. Ad Dukhan: 2, Al Qadar: 1-5). Juga memanfaatkan hari Arafah yang jika kita melaksanakan shaum di hari tersebut akan menghapus dosa selama satu tahun sebelum dan sesudahnya. Serta memanfaatkan hari Jum’at di mana pada hari ini terdapat waktu diijabahnya segala do’a, lalu hari Senin dan kamis yaitu hari dibukakannya pintu Surga dan hari diampuni segala dosa (terdapat dalam hadits riwayat Imam Muslim). Ataupun memanfaatkan waktu di sepertiga malam, yaitu waktu di mana Allah turun dan mengabulkan segala permintaan (terdapat dalam hadits riwayat Imam Bukhari).
B. Dengan ucapan-ucapan.
Artinya dengan cara membersihkan lisan dari hal-hal yang kotor, dan menggantinya dengan membaca Al Qur’an dan berdzikir.
C. Dengan Tempat yang penuh barakah.
Dengan cara mengunjungi tempat-tempat yang bisa menambah simpanan pahala, seperti mengunjungi Mesjid –bukan bermaksud mengusap-ngusap dindingnya!– agar memperbanyak ibadah di dalamnya sesuai dengan sunnah dan menjauhi bid’ah, seperti; pergi ke mesjid untuk shalat fardhu setelah bersuci di rumahnya, maka ia mendapat pahala seperti pahala haji dan umrah, ataupun pergi ke mesjid hendak bertasbih di waktu Dhuha, maka ia mendapat pahala seperti pahala umrah (terdapat dalam hadits riwayat Abu Daud. Derajatnya Hasan). Karena, “sebaik-baik tempat adalah mesjid-mesjidnya, dan seburuk-buruknya tempat adalah pasar-pasarnya” (HR. Ath Thabrani).
Ataupun kita mengunjungi mesjid Al Haram yang jika kita satu kali shalat di dalamnya, sebanding dengan 100.000 kali shalat di mesjid lain (terdapat dalam hadits riwayat Imam Bukhari), juga mengunjungi mesjid Nabawi yang jika satu kali melakukan Shalat di dalamnya, sebanding dengan 1000 kali shalat di mesjid lain, kecuali mesjid Al Haram (terdapat dalam hadits riwayat Imam Bukhari & Muslim), atau mengunjungi mesjid Quba, yang memiliki keutamaan jika kita shalat di sana setelah bersuci di rumahnya, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala umrah (terdapat dalam hadits riwayat Ibn Majah). Ataupun juga mengunjungi mesjid Al Aqsha yang telah Allah berkahi di sekelilingnya (QS. Al Isra: 1).
D. Dengan makanan yang penuh berkah.
Maksudnya dengan cara memakai dan atau memakan makanan yang penuh berkah, misalnya; dengan memakan buah Az Zaitun (QS. An Nûr: 35) sebagaimana Rasul bersabda “Makanlah Zaitun dan berminyaklah dengannya, karena ia itu diantara pohon-pohon yang diberkahi” (HR. Ahmad dan Hakim). Atau dengan meminum Habatus Sauda yaitu Obat segala penyakit kecuali maut (terdapat dalam hadits riwayat Imam Bukhari), memakan buah kurma, madu (QS. An Nahl: 69), ataupun meminum air Zamzam sebab, “(Zamzam itu) diberkahi, dan ia adalah makanan yang mengenyangkan” (HR. Muslim).
Metode Tabarrukan ini bisa kita pilih sesuai menurut kita mudah dan mampu untuk dipraktekan, sebab agama Islam menginginkan kemudahan dari pada kesusahan. Akhirnya, kita semua bisa melaksanakan Tabarrukan sesuai dengan yang kita mampu, tidak hanya Tabarrukan dengan cara mengumpulkan orang-orang lalu makan bersama. Dengan catatan Tabarrukan yang kita lakukan terhindar dari Ghulluw, Takabur dan menyakiti orang lain.

No comments: